1. Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi. Atau dapat
juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya
yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam
usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu
unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku lokal (local
input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan
(transferred input); dan permintaan luar (outside demand). (Hoover dan
Giarratani, 2007)
2. Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang
perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa
lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah
paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von
Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan
kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan
biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda
untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan,
makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya
adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori
Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin
menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
3. Weber (1909) menganalisis tentang lokasi
kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan
atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri
tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan
keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga
kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.
Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya
transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.
Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan
konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi
optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi
bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya
tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri
dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa
lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).
4. Teori Christaller (1933) menjelaskan
bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam
satu wilayah. Model Christaller ini merupakan suatu sistem geometri, di mana
angka 3 yang diterapkan secara arbiter memiliki peran yang sangat berarti dan
model ini disebut sistem K = 3. Model Christaller menjelaskan model area
perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap
komoditi yang dinamakan range dan threshold.
5. Teori Lokasi dari August Losch melihat
persoalan dari sisi permintaan (pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan
dari sisi penawaran (produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat
berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari
tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk
mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar
lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.
6. D.M. Smith memperkenalkan teori lokasi
memaksimumkan laba dengan menjelaskan konsep average cost (biaya rata-rata) dan
average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan lokasi. Dengan
asumsi jumlah produksi adalah sama maka dapat dibuat kurva biaya rata-rata (per
unit produksi) yang bervariasi dengan lokasi. Selisih antara average revenue
dikurangi average cost adalah tertinggi maka itulah lokasi yang memberikan
keuntungan maksimal.
7. McGrone (1969) berpendapat bahwa teori
lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan sulit ditangani dalam keadaan
ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis dinamik. Ketidaksempurnaan
pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan di masa depan pada tiap
lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi personal, dan pertimbangan lain
membuat model maksimisasi keuntungan lokasi sulit dioperasikan.
8. Menurut Isard (1956), masalah lokasi
merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada
suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Isard (1956) menekankan pada
faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang
utama dalam pengambilan keputusan lokasi. Richardson (1969) mengemukakan bahwa
aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk berlokasi pada pusat kegiatan
sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil guna
meminimumkan risiko. Dalam hal ini, baik kenyamanan (amenity) maupun keuntungan
aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi yang penting, yang menjadi daya
tarik lokasi karena aglomerasi bagaimanapun juga menghasilkan konsentrasi
industri dan aktivitas lainnya.
9.
Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat
besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini
sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah
pengaruh dari potensi tersebut. Model ini dapat digunakan untuk menentukan
lokasi yang optimal.
10.
Tidak
ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan
produksi (industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi suatu
industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai
pengetahuan dan disiplin. Berbagai faktor yang ikut dipertimbangkan dalam
menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan
keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari
tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas
pemasaran ke luar negeri), stabilitas politik suatu negara dan, kebijakan
daerah (peraturan daerah).
Sumber Buku Ekonomi Regional Karya D.S.
Priyarsono
No comments:
Post a Comment